Negara Indonesia adalah Negara berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan, demikian sebagaimana di tegaskan Undang-Undang Dasar 1945, yang berarti bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah nagara hukum ( Recht staat ) yang mana tindakan-tindakan pemerintah maupun lembaga- lembaga lain termasuk warga masyarakat harus berdasarkan hukum.
Cita-cita akan Negara hukum ini adalah selaras dengan perkembangan aliran individualisme, di mana dari dulu orang memikirkan hubungan antara Negara dengan perseorangan (individu). Kita dapat saksikan bahwa cita-cita Negara hukum pada dasarnya sangat di pengaruhi oleh aliran individualisme, dalam dunia barat ide Negara hukum ini telah mendapat dorongan kuat dari Renaisence dan Reformasi. Manusia pribadi meminta penegakan hukum yang lebih banyak. Segala sesuatu ini sebagai reaksi atas kekuasaan tak terbatas yang telah bertambah dari raja-raja yang di kenal dengan zaman absolutisme.
Sehubungan dengan hal tersebut sebagai pribadi manusia pada dasarnya dapat berbuat menurut kehendaknya secara bebas. Akan tetapi dalam kehidupan bermasyarakat, kebebasan tersebut dibatasi oleh ketentuan- ketentuan yang mengatur tingkah laku dan sikap tindak mereka.
Apabila tidak ada ketentuan- ketentuan tersebut akan terjadi ketidakadanya keseimbangan dalam masyarakat dan pertentangan satu sama lain. Dengan pembawaan sikap pribadinya, manusia biasanya ingin agar kepentingannya dipenuhi lebih dahulu. Tanpa mengingat kepentingan orang lain, kepentingan itu kadang- kadang sama tetapi juga tidak jarang terjadinya kepentingan- kepentingan yang saling bertentangan. Apabila keadaan yang demikian itu tidak di atur atau tidak di batasi, maka yang lemah akan tertidas atau setidak- tidaknya timbul pertentangan atau gejolak.
Dengan demikian hukum adalah ketentuan tata tertib yang berlaku dalam masyarakat, dimana hukum tersebut dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.
Keadilan dapat dipahamkan sebagai suatu keadaan jiwa atau sikap. Pendapat orang yang berada di belakang konsep sudah mempermasalahkan tentang mentalitas manusia.
Dalam pandangan ini, orang hanya bisa bertindak adil manakala ia memiliki suatu ciri sikap jiwa yang tertentu. Dengan perkataan lain, keadilan bukanlah sesuatu yang bisa di kutak katik melalui logika atau penalaran, melainkan melibatkan seluruh pribadi seseorang. Demikian misalnya Ulpianus yang berpendapat bahwa keadilan adalah kemauan yang bersifat tetap dan terus- menerus untuk memeberikan kepada setiap orang apa yang semestinya untuknya.
Dalam pandangan ini, orang hanya bisa bertindak adil manakala ia memiliki suatu ciri sikap jiwa yang tertentu. Dengan perkataan lain, keadilan bukanlah sesuatu yang bisa di kutak katik melalui logika atau penalaran, melainkan melibatkan seluruh pribadi seseorang. Demikian misalnya Ulpianus yang berpendapat bahwa keadilan adalah kemauan yang bersifat tetap dan terus- menerus untuk memeberikan kepada setiap orang apa yang semestinya untuknya.
Kemudian menurut Bodenheimer, yang dinamakan adil adalah Harus ada persamaan- persamaan dalam bagian yang diterima oleh orang- orang, oleh karena rasio yang di bagi harus sama dengan resiko yang di terima orang-orangnya, sebab apabila orang-orangnya tidak sama maka disitu tidak akan ada bagian yang sama pula, maka apabila orang- orang yang sama tidak menerima bagian yang sama , timbullah sengketa atau pengaduan.
Dengan perkataan lain yang dinamakan adil adalah tidak berat sebelah, dimana tiap orang mendapatkan bagian yang sama. Karena dengan demikian akan menghindari dari timbulnya suatu sengketa atau pengaduan. Sebagaiman hal ini di pertegas berdasarkan konsep John Rawl tentang keadilan adalah sebagai fairness, yang mengandung asas- asas, bahwa orang- orang yang merdeka dan rasional yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingan- kepentingannya hendaknya memperoleh kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat fundamental bagi mereka memasuki perhimpunan yang mereka hendaki.
Sedangkan menurut Roscoe Pound keadilan dikonsepkan sebagai hasil- hasil konkrit yang bisa di berikan kepada masyarakat. Dimana menurut Roscoe Pound, bahwa hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa pemuasan kebutuhan manusia sebanyak- banyaknya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Yang mana dengan kata lain semakin meluas/ banyak pemuasan kebutuhan manusia tersebut, maka akan semakin efektif menghindari pembenturan antara manusia.
Jadi Keadilan adalah ukuran yang kita pakai dalam memberikan perlakuan terhadap objek diluar dari kita. Objek yang diluar dari kita ini adalah manusia, sama dengan kita. Oleh karena itu ukuran tersebut tidak dapat di lepaskan dari arti yang kita berikan kepada manusia, tentang konsep kita kepada manusia. Bagaimana anggapan kita tentang manusia, itulah yang membawakan ukuran-ukuran yang kita pakai dalam memberikan perlakuan terhadap orang lain.
Apabila manusia itu kita anggap sebagai mahluk yang mulia, maka perlakuan kita kepadanya pun akan mengikuti anggapan yang demikian itu dan hal ini akan menentukan ukuran yang akan kita pakai dalam menghadapi mereka.
Bertolak dari berbagai rumusan keadilan sebagaimana di uraikan di atas, maka Aristoteles dalam bukunya “Rhetorica” mengatakan bahwa tujuan dari hukum adalah menghendaki keadilan semata- mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang di katakana adil dan apa yang dikatakan tidak adil.
Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci dan luhur ialah keadilan dengan memberikan kepada tiap- tiap orang apa yang berhak ia terima serta memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap- tiap kasus. Untuk terlaksananya hal tersebut, maka menurut teori ini hukum harus membuat apa yang dinamakan “Algemeene Regels” ( peraturan/ ketentuan umum). Dimana peraturan/ ketentuan umum ini diperlukan masyarakat demi kepastian hukum.
Kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat karena kepastian hukum ( peraturan/ ketentuan umum) mempunyai sifat sebagai berikut :
a. Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat- alatnya.
b. Sifat Undang- Undang yang berlaku bagi siapa saja.
Kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat karena kepastian hukum ( peraturan/ ketentuan umum) mempunyai sifat sebagai berikut :
a. Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat- alatnya.
b. Sifat Undang- Undang yang berlaku bagi siapa saja.
Kepastian hukum ditujukan pada sikap lahir manusia, ia tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikan adalah bagaimana perbuatan lahiriahnya.
Kepastian hukum tidak memberi sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, akan tetapi yang di beri sanksi adalah perwujudan dari sikap batin yang buruk tersebut atau menjadikannya perbuatan yang nyata atau konkrit.
Kepastian hukum tidak memberi sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, akan tetapi yang di beri sanksi adalah perwujudan dari sikap batin yang buruk tersebut atau menjadikannya perbuatan yang nyata atau konkrit.
Namun demikian dalam prakteknya apabila kepastian hukum di kaitkan dengan keadilan, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini di karenakan di suatu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip- prinsip keadilan dan sebaliknya tidak jarang pula keadilan mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum.
Kemudian apabila dalam prakteknya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, maka keadilan lah yang harus diutamakan. Alasannya adalah bahwa keadilan pada umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan sedangkan kepastian hukum lahir dari sesuatu yang konkrit.
Kemudian apabila dalam prakteknya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, maka keadilan lah yang harus diutamakan. Alasannya adalah bahwa keadilan pada umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan sedangkan kepastian hukum lahir dari sesuatu yang konkrit.
DAFTAR PUSTAKA
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti.
B.Arif Sidharta, 2000, Terjemahan Jan Gijssels dan Mark Van Hoecke Tentang Apakah teori Hukum Itu, Bandung.
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti.
R. Soeroso, 1993, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti.
B.Arif Sidharta, 2000, Terjemahan Jan Gijssels dan Mark Van Hoecke Tentang Apakah teori Hukum Itu, Bandung.
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti.
R. Soeroso, 1993, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.
1 komentar:
Bung yahya, saya belum memberikan komentar tentang isi tulisan secara secara detail. Saya hanya dapat berkata bahwa tulisan ini disampaikan dengan bahasa yang rapi dan mudah dimengerti. Saya harap tulisan baru akan segera muncul lagi Bung. Selamat berkenalan.
Posting Komentar