Kamis, 24 Juli 2008

KADO ISTIMEWA MENJELANG PILKADA

by:

Yahya Ahmad Zein

Salah satu elemen yang penting sistem negara yang demokratis adalah peran serta masyarakat dalam penentuan mengenai siapa yang akan menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam suatu wilayah melalui mekanisme Pilkada Secara Langsung, hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat. Apalagi, dalam masyarakat Indonesia yang sebagian terbesar masih dipengaruhi oleh kultur yang masih mengantungkan harapan kepada sosok figur kepala daerah dalam rangka menciptakan perbaikan atau perubahan dalam tatanan kehidupan mereka. Lantas Jika Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara lansung ini diklasifikasikan sebagai salah satu jenis partisipasi rakyat dalam politik, maka pertanyaannya adalah, apakah Pilkada secara lansung akan memberikan konstibusi bagi perkembangan dan pertumbuhan masyarakat ke arah yang lebih baik dari masa sebelumnya, Hal ini seakan bertolak belakang dengan salah satu perkembangan signifikan dalam perjalanan Pilkada di Indonesia umumnya dan khususnya di Kal-Tim dan tidak menutup kemungkinan juga akan terjadi di Tarakan tahun 2008 ini, ialah masih diwarnainya Pilkada dengan berbagai macam hambatan baik berupa kecurangan-kecurangan dan politik uang yang di lakukan.

secara umum hambatan-hambatan ini dikelompokkan menjadi beberapa hal yakni :

1. Hambatan Struktural, yaitu hambatan yang bersumber dari praktik-praktik penyelenggaraan Pengawasan dalam Pilkada yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya meliputi: belum berfungsinya fungsi pengawasan secara efektif serta lemahnya sistem pengendalian intern yang memiliki korelasi positip dengan berbagai penyimpangan dan inefesiensi dalam penyelengaraan Pilkada

2. Hambatan Kultural, yaitu hambatan yang bersumber dari kebiasaan negatif yang berkembang di masyarakat. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya meliputi: masih adanya ”sikap mudah mengagumi seseorang” hanya dengan iming-iming sesuatu. serta sikap permisif (masa bodoh) sebagian besar masyarakat dengan Pilkada tersebut.

3. Hambatan Instrumental, yaitu hambatan yang bersumber dari kurangnya instrumen pendukung dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang membuat penanganan kecurangan-kecurangan di Pilkada tidak berjalan sebagaimana mestinya.

4. Hambatan Manajemen, yaitu hambatan yang bersumber dari diabaikannya atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip manajemen yang baik (komitmen yang tinggi agar pilkada dilaksanakan secara adil, transparan dan akuntabel) yang membuat Pilkada di beberapa daerah tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Sekalipun Pilkada Tarakan secara lansung yang akan berlangsung beberapa bulan mendatang direspon dengan antusias oleh masyarakat, namun dibalik antusias itu terkandung suatu “uji coba” bagi perkembangan dan pertumbuahan politik di Kota Tarakan. Artinya, prospek Pilkada langsung sebagai salah satu instumen demokrasi apabila tidak berjalan sesuai prinsip-prinsip Jujur,Adil dan Transparan serta Akuntabel, maka Dalam konteks ini Pilkada langsung di Tarakan akan dianggap gagal dalam memberikan konstribusi bagi perkembangan dan pertumbahan pemerintahan local pada satu pihak dan pada perkembangan dan pertumbuhan politik local dilain pihak.

Sejujurnya sangat sulit untuk menjawab pertanyaan, apakah Pilkada secara lansung yang akan di lakukan di Tarakan tahun 2008 ini akan memberikan konstibusi bagi perkembangan politik lokal dan pertumbuhan masyarakat ke arah yang lebih baik , hal ini dikarenakan setidaknya karena Pilkada lansung yang akan berlansung Oktober mendatang baru untuk yang pertama kali di lakukan di Tarakan. Meskipun bulan Mei tahun 2008 yang lalu kita telah memiliki pengalaman akan suatu Pemilu lansung dalam pemilihan Gubernur di Kal-Tim, tetapi mungkin dalam beberapa hal terdapat corak yang berbeda dan perspektifnya juga berbeda dengan Pilgub.

Mengakhiri tulisan ini ada beberapa pilihan model sebagai “kado istimewa” menjelang Pilkada Tarakan untuk kita, berkaitan dengan Pilkada yang bagaimana ingin kita lakukan dan kita capai :

Pertama, Pilkada berjalan lancar dan tanpa konflik, Kepala daerah yang terpilih dalam memimpin dan menjalankan tugas-tugas pemerintah daerah sesuai sebagaimana yang diharapkan rakyat –kebijakannya mengakomodir kepentingan publik--, maka sebenarnya Pilkada lansung berhasill secara subtantif dan dalam arti formalitas demokratis.

Kedua, Pilkada berjalan lancar dan tanpa konflik, tetapi Kepala daerah yang terpilih dalam memimpin dan menjalankan tugas-tugas pemerintah daerah tidak sebagaimana yang diharapkan rakyat –kebijakannya mengecewakan publik--, maka sebenarnya Pilkada lansung gagal secara subtantif dan hanya sukses dalam arti formalitas demokratis.

Ketiga, Pilkada berjalan lancar dan tanpa konflik, tetapi pemilih dihadapkan pada calon yang sesungguhnya tidaklah yang diharapkan rakyat, dan mereka memberikan suaranya karena tidak ada pilihan lain, maka Pilkada lansung gagal secara aspiratif dan kemungkinan melahirkan kekecewaan yang luar biasa ditengah masyarakat, ketika sang Kepala daerah terpilih tidak segera menyadari bagaimana aspirasi rakyat yang sebenarnya.

Keempat, Pilkada berlangsung disertai dengan konflik, maka Pilkada lansung menambah runyamnya krisis politik local sebagaimana halnya dengan berbagai peristiwa yang terjadi pada waktu pemilihan kepala Daerah di beberapa daerah seperti di Maluku Utara yang sampai saat ini masih belum bisa terselesaikan.

Kelima, Dalam Penentuan Kepala daerah terpilih terjadi kecurangan, maka Pilkada berpotensi melahirkan konflik local yang dapat mengganggu jalannya pemerintahan daerah untuk waktu yang mungkin saja bisa lama.

Keenam, Pilkada berjalan lancar dan tanpa konflik, tetapi setelah calon terpilih diperoleh dan ternyata kemudian persyaratan sang calon terpilih ditemukan persoalan hukum, maka akan terjadi versus antara fakta politik dan fakta hukum.

Rabu, 09 Juli 2008

MASALAH YURIDIS PENETAPAN KAWASAN HUTAN

By.
Yahya Ahmad Zain, S.H.MH
Marthin Balang, S.H.,M.Hum.
Abd. Galib, S.H.M.Hum

Pendahuluan
Pembangunan kota agar menjadi hunian yang menyenangkan dan memberi kemudahan bagi semua warganya merupakan kegiatan kabupaten/kota di Kalimantan Timur bagian Utara. Apalagi hampir semua ibukota kabupaten/kota tersebut belum representatif. Pembangunan yang dilakukan pemerintah dibarengi oleh semua warganya mengakibatkan tekanan terhadap lingkungan semakin berat. Kadangkala selesainya pembangunan suatu proyek mendatangkan kerugian pada hasil pembangunan sebelumnya.
Penetapan kawasan hutan seperti Hutan Kota Tarakan merupakan salah satu upaya dan sekaligus kebutuhan yang sangat esiensial, apabila dikehendaki sebuah kota yang berwawasan lingkungan. Lingkungan kota yang baik merupakan dambaan bahkan hak setiap warganya.
Hal tersebut diwujudkan dengan dibuatnya Peraturan Daerah. Ada beberapa tempat yang ditetapkan sebagai kawasan hutan Kota yang dengan mudah kita lihat baleho disekitar kampus Borneo ini dan tempat-tempat lainnya.
Ternyata selama ini selalu mendatangkan masalah. Dari pihak pemerintah kota, dapat disebutkan permasalahan itu seperti perambahan hutan atau pembukaan tanah/lahan dengan merintis dan menebang pohon tanpa ijin atau tanpa hak. Ada banyak penjarah hutan yang divonis bersalah terhadap pelanggaran tersebut. Walaupun demikian di depan kita dapat dilihat bekas tebasan yang sudah menguning, menunjukkan bahwa masyarakat masih atau terus merambah dan membuka hutan.
Hal demikian ini mengundang tanya bagi kita, apa masalahnya? Kajian mengenai hal tersebut tentu telah banyak dilakukan baik sebelum maupun sesudah perda mengani hal tersebut ditetapkan.
Karena itu kami mengajukan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut :
Bagaimana status tanah dalam kawasan hutan kota Tarakan?
Bagaimana mekanisme penetapan kawasan hutan tersebut dilakukan?
Untuk mejawab permasalahan tersebut dilakukan pembahasan dengan pendekatan yuridis normatif dengan menginventarisir masalah hukum dan non hukum kemudian membuat penjelasan mengenai permasalahannya. Sehingga dapat dilakukan tindakan lebih lanjut untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.

Penetapan kawasan hutan kota Tarakan
Peraturan dibuat dengan tujuan sebagaimana tujuan hukum pada umumnya adalah ketertiban, kepastian, dan dengan keadilan. Kemudian oleh Mochtar Kusumaatmadja, ditambah bahwa tujuan hukum juga sebagai sarana perubahan masyarakat.
Tekanan terhadap eksistensi hutan di pulau Tarakan ini, nampaknya terutama karena pertambahan penduduk. Hutan yang ada menjadi sasaran karena, adanya hutan yang tampak sebagai hutan (hutan negara). Sesuatu yang memberikan nilai ekonomis dan pekerjaan yang paling praktis. Hal ini berkembang terus dan mengancam hutan-hutan yang ada. Karena itu perlu adanya sisa hutan itu untuk kepentingan non ekonomis tersebut.
Perlu ditetapkan kawasan hutan tertentu. Hal ini selain merupakan perintah Undang-undang juga merupakan tugas Pemerintah Daerah. Yang pada intinya sebagaimana peranan Hukum Administrasi Negara pada hakikatnya, Pertama, memungkinkan administrasi negara menjalankan tugas, Kedua, melindungi warga terhadap sikap-tindak administrasi negara dan juga melindungi administrasi negara itu sendiri.
Suatu kawasan hutan diperlukan untuk memenuhi kreteria minimal yang harus dipenuhi kota dalam melakukan pembangunan kota yang sedang dilaksanakan. Dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan, “Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air, di setiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota.” Selanjutnya untuk pengukuhan suatu kawasan hutan perlu dilakukan melalui proses sebagai berikut : a. penunjukkan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan, dan penetapan kawasan hutan. (Pasal 15).
Mekanisme ini tentu untuk memberikan kepastian terhadap batas hutan kota, agar tidak diganggu atau mengganggu hak orang. Berikutnya dalam penjelasan Pasal demi Pasal dari pasal tersebut dimuka bahwa, “Hutan kota dapat berada pada tanah negara maupun tanah hak di wilayah perkotaan dengan luasan yang cukup dalam suatu hamparan lahan.” Dari bunyi pasal dan penjelasan pasal tersebut bahwa hutan kota dapat di atas tanah negara atau tanah hak.
Untuk jelasnya dapat dikemukakan skemanya sebagai berikut :

Skema Permasalahan Hukum Kawasan Hutan Kota

1. Status Tanah dalam kawasan hutan kota
Kawasan hutan ada di atas tanah : a. Negara
b. Tanah hak.
Pada tanah negara tidak ada masalah hukum.
Pada Tanah hak adalah bagaimana perjanjian/kesepakatan yang dilakukan :
1) Melepaskan hak – ganti rugi
2) Tidak melepaskan hak – berarti bersedia mengolah tanahnya dengan memperhatikan fungsi hutan, namun dengan kompensasi.

2. Mekanisme Penetapan kawasan hutan kota
Penetapan Kawasan Hutan melalui langkah-langkah
a. penunjukkan kawasan hutan,
b. penataan batas kawasan hutan,
c. pemetaan kawasan hutan, dan
d. penetapan kawasan hutan.
Untuk penetapan kawasan hutan ini berarti jelas luasnya dan jelas batasnya.

Melihat status tanah dan mekanisme penetapan kawasan hutan sebagaimana diuraikan dalam skema di atas maka dapat dilihat pada setiap bagian atau tahap memerlukan suatu keputusan atau perbuatan hukum tertentu untuk menyelesaikannya. Di samping itu dapat juga diketahui pada keadaan mana kecenderungan masyarakat untuk melakukan suatu kegiatan/perbuatan yang mungkin dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Permasalahan pada status hak atas tanah
Kawasan hutan kota pada tanah hak memerlukan suatu penyelesaian dalam arti apakan dengan melakukan pelepasan hak atau tidak. Apabila dilakukan pelapasan hak tentu akan diukti dengan ganti rugi. Mengenai pembebasan tanah oleh pemerintah untuk kepentingan umum melalui suatu mekanisme tertentu oleh suatu panita yang ditunjuk khusus untuk itu.
Dengan demikian setelah pelepasan hak, maka terhadap pengawasan dan pemeliharaan dan rehabiltasi dilakukan oleh pemerintah sendiri. Dalam hal ini tidak akan menimbulkan masalah benturan hukum.
Kawasan hutan yang tidak dilepaskan tetapi disyaratkan akan melaksanakan keadaan sebagai mana fungsi hutan yang ditentukan memerlukan perjanjian. Karena hak dari pemilik hak tersebut dibatasi maka akan menuntut suatu perjanjian kompensasi, karena pemilik hak tersebut tidak sebebas sebelumnya untuk menentukan yang paling menguntungkan baginya. Apabila hal ini dapat tercapai, sebenarnya pemerintah tidak perlu repot lagi memelihara dan melakukan reboisasi/penghijauan kecuali pengawasan pelaksanaan hal tersebut. Selebihnya pemegang hak tersebut dapat mengawasi sekitarnya, sebagai tetangga.
Permasalahan pada Kawasan Hutan Kota di atas tanah negara dalam arti hutannya masih tampak hutan liar, adalah dapat mengundang perambah, siapa tahu disitu belum ada yang garap? Atau tidak bisa baca apa kata baleho tersebut? Hal ini nampaknya sepele, namun disitu permasalahan bagi masyarakat yang haus akan lahan.
Permasalah hukum lebih banyak terhadap Tanah hak. Hak atas tanah menurut hukum agraria disebutkan terdiri dari : Hak milik, hak guna-usaha, hak guna- bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53. (Pasal 16 UU.No, 5 Th.1960).
Terhadap hak-hak yang jelas tersebut tidak ada kesulitan, sesuai dengan status hak tersebut. Perihal hak membuka tanah merupakan suatu kenyataan yang sulit untuk ditetapkan masuk dalam katagori tertentu. Apakah harus dengan bukti tertulis? Atau adalah cukup saja bukti fisik yang memberikan tanda bahwa di atas tanah tersebut ada kegiatan membuka tanah? Pemerintah dalam mengahadapi masalah tersebut memerlukan kebijakan. Namun umumnya agar permasalahan tidak berkembang lebih jauh dan menghambat biasanya dengan memberikan ganti rugi terhadap kerja membuka tanah tersebut. Karena terhadap tanah tersebut tentu juga dilakukan kegiatan untuk membersihkannya dan menggunakan biaya.
Bagi masyarakat hak membuka tanah/hutan merupakan hak yang dapat dan boleh dilakukan. Pandangan ini tentu mendasari kegiatannya terhadap pembukaan hutan. Berhadapan dengan masalah ini yang dapat dilakukan adalah, sebagaimana yang dilakukan Pemda, penerangan hukum dan penyuluhan hukum.

Permasalahan pada penetapan kawasan hutan
Kegiatan penetapan kawasan hutan ini merupakan suatu kegiatan yang memberikan kepastian berapa luas kawasan hutan, panjang lebarnya, apakah meliuk-liuk sesuai dengan lereng gunung sebagaimana yang seharusnya ditetapkan. Penetapan kawasan hutan itu berarti berbatasan dengan tanah hak siapa, di atas tanah hak berapa meter dan letaknya di mana. Hal tersebut memberikan kepastian. Kepastian terhadap kawasan hutan kota, kepastian hak atas tanah perbatasannya. Untuk itu ada tandanya. Penetapan tanpa memberikan tanda akan membingungkan sekaligus membuat ketidakpastian. Hal demikian mengundang masalah.
Menetapkan batas mudah untuk diucapkan namun memerlukan biaya yang sangat besar, hal ini yang nampaknya menjadi hambatan. Apalagi agar lebih aman harus dipagar. Dalam hal inilah permasalahan hukum yang menjadi kendala.


C. Penutup
Kesimpulan
1. Kawasan hutan kota merupakan suatu keharusan menurut peraturan perundang-undangan tentang lingkungan.
2. Penetapan kawasan Hutan Kota Tarakan diperlukan dan ini dibuktikan dengan adanya perda tentang hal tersebut.
3. Dalam implementasinya perda tersebut mengalami hambatan yang serius baik dari penetapan kawasan maupun kesadaran hukum masyarakat tentang eksistensinya.
4. Ada beberapa hal yang perlu diselesaikan dalam setiap tahap pelaksanaan peraturan agar memberikan jaminan hukum bagi semua pihak.

Saran-saran
1. Perlu dicari penyelesaian pada setiap tahap tersebut dengan memperhitungkan semua keterlibatan kegiatan pembangunan.
2. Kebijakan dengan mengikut sertakan masyarakat dalam tanggung jawab dalam merealisasi kawasan hutan kota.
3. Mengikutkan sertakan Lembaga Penelitian dalam memecahkan masalah sosial yang ada.

Daftar Pustaka

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masayarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Binacipta Bandung, 1976.

Sjachran Basah, Perlindungan Hukum terhadap sikap-tindak Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1992.

Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Peraturan Daerah.

Selasa, 08 Juli 2008

KUNJUNGAN KERJA DAN MORAL POLITIK

By
Yahya.Ahmad.Zein

Jika kita coba melihat dan meresapi situasi dan kondisi Indonesia di masa kini, tidaklah berkelebihan kalau kita menyimak perkataan J.E. Sahetapy dalam tulisannya pada tahun 2003 yang lalu “dikatakan tanpa menjadi kasar dan tidak bermaksud melecehkan, bahwa negara kita ini ibarat "Rumah Sakit Gila" yang dihuni oleh sebagian orang yang sudah "gila" (gila kekuasaan, KKN, pangkat dan jabatan). Sebagian penghuni sudah setengah "gila" karena keinginan, ambisi yang ambisius tidak tercapai sehingga berperilaku dan berpikir yang tidak lagi rasional. Ada pula penghuni yang mengalami "depresi" dan sudah pada tahap fatalistik, karena bingung melihat gejolaknya kejahatan yang sadistik, KKN ibarat kanker yang tengah merajalela dengan ganas. Sebagian penghuni lain seperti sudah kehilangan akal, karena melihat orang-orang yang begitu tekun menjalankan ibadah agamanya, tetapi kalau diamati dengan cermat seperti orang-orang atheis yang tidak berperikemanusiaan, yang a-moral, tetapi justru mereka berdalih sebagai penyelamat dunia ini.

Situasi kepemimpinan (eksekutif, legislative) di Indonesia tengah mengalami kegundahan yang sangat meresahkan publik, bukan hanya dalam lingkup nasional, tapi juga ternyata dalam lingkup daerah, fenomena ini dapat kita lihat dari kebingungan masyarakat yang melihat tingkah pemimpin yang menjawab setiap permasalahan dengan melakukan kunjungan kerja dimana seolah-olah persoalan daerah dapat di selesaikan hanya dengan melakukan kunjungan kerja yang menghabiskan dana tidak sedikit. Sebenarnya, fenomenon ini hanya merupakan satu dari sekian banyak faktor yang menyebabkan bangsa Indonesia harus terengah-engah dan terlunta-lunta untuk menegakkan dirinya sebagai suatu bangsa yang layak untuk dihormati dalam komunitas internasional.
Tidak tahu Sejak kapan,yang jelas bukan sejak jaman batu, masyarakat Indonesia digiring ke suatu pola pikir tertentu dan dibina untuk menjadi manusia munafik, yang merasa bahagia dalam melakukan pembohongan-pembohongan public menjadi berambisi atau sangat ambisius atas nama kepentingan rakyat, Rasa malunya seperti sudah dimatikan. Orang dilatih untuk selain menjadi panutan dan tidak boleh berpikiran lain. Semangat retorika yang kosong dan wacana hura-hura ternyata tumbuh subur bak jamur di musim hujan.
Bagi penyelenggara kekuasaan Negara, termasuk yang tidak masuk dalam jajaran birokrasi maupun yang masuk dalam jajaran politik, nampaknya harus sadar bahwa mereka adalah pelayan masyarakat (public servant) yang bertugas untuk memberikan services yang terbaik untuk rakyat, bukan untuk diri sendiri atau kelompoknya. Lembaga legislatif yang merupakan representasi dari rakyat yang dibentuk melalui instrumen partai politik seharusnya berorientasi pada kepentingan rakyat dan kebutuhan rakyat, serta penyelenggaraan kekuasaan negara dalam menjalankan tugasnya sudah selayaknya bersifat transparan, obyektif dan tegas,karena mau tidak mau secara perlahan-lahan masyarakat juga akan mengetahui dan tidak menutup kemungkinan masyarakat akan kehilangan kepercayaan.
Hal yang disebut terakhir ini merupakan konsekuensi logis yang pasti akan terjadi apabila lembaga yang merupakan representasi dari rakyat ternyata tidak mau peduli terhadap aspirasi rakyat bahkan selalu mencari alasan-alasan pembenar yang notabenenya hanya upaya menutupi realita sebenarnya.
Akhirnya ada baiknya kita resapi kembali apa yang pernah dikatakan Mahatma Gandhi bahwa "The things that will destroy us are: politics without principle, pleasure without conscience, wealth without work, knowledge without character, business without morality, science without humanity, and worship without sacrifice". Hal-Hal yang akan menghancurkan [kita/kami] adalah: politik tanpa prinsip, kesenangan tanpa suara hati, kekayaan tanpa pekerjaan, pengetahuan tanpa karakter, bisnis tanpa kesusilaan, ilmu pengetahuan tanpa ras manusia, dan memuja tanpa pengorbanan".

Senin, 07 Juli 2008

Negeri Antah Berantah


Gbr.Eko Presetyo

Minggu, 06 Juli 2008

KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM

Negara Indonesia adalah Negara berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan, demikian sebagaimana di tegaskan Undang-Undang Dasar 1945, yang berarti bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah nagara hukum ( Recht staat ) yang mana tindakan-tindakan pemerintah maupun lembaga- lembaga lain termasuk warga masyarakat harus berdasarkan hukum.

Cita-cita akan Negara hukum ini adalah selaras dengan perkembangan aliran individualisme, di mana dari dulu orang memikirkan hubungan antara Negara dengan perseorangan (individu). Kita dapat saksikan bahwa cita-cita Negara hukum pada dasarnya sangat di pengaruhi oleh aliran individualisme, dalam dunia barat ide Negara hukum ini telah mendapat dorongan kuat dari Renaisence dan Reformasi. Manusia pribadi meminta penegakan hukum yang lebih banyak. Segala sesuatu ini sebagai reaksi atas kekuasaan tak terbatas yang telah bertambah dari raja-raja yang di kenal dengan zaman absolutisme.
Sehubungan dengan hal tersebut sebagai pribadi manusia pada dasarnya dapat berbuat menurut kehendaknya secara bebas. Akan tetapi dalam kehidupan bermasyarakat, kebebasan tersebut dibatasi oleh ketentuan- ketentuan yang mengatur tingkah laku dan sikap tindak mereka.
Apabila tidak ada ketentuan- ketentuan tersebut akan terjadi ketidakadanya keseimbangan dalam masyarakat dan pertentangan satu sama lain. Dengan pembawaan sikap pribadinya, manusia biasanya ingin agar kepentingannya dipenuhi lebih dahulu. Tanpa mengingat kepentingan orang lain, kepentingan itu kadang- kadang sama tetapi juga tidak jarang terjadinya kepentingan- kepentingan yang saling bertentangan. Apabila keadaan yang demikian itu tidak di atur atau tidak di batasi, maka yang lemah akan tertidas atau setidak- tidaknya timbul pertentangan atau gejolak.
Dengan demikian hukum adalah ketentuan tata tertib yang berlaku dalam masyarakat, dimana hukum tersebut dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.
Keadilan dapat dipahamkan sebagai suatu keadaan jiwa atau sikap. Pendapat orang yang berada di belakang konsep sudah mempermasalahkan tentang mentalitas manusia.
Dalam pandangan ini, orang hanya bisa bertindak adil manakala ia memiliki suatu ciri sikap jiwa yang tertentu. Dengan perkataan lain, keadilan bukanlah sesuatu yang bisa di kutak katik melalui logika atau penalaran, melainkan melibatkan seluruh pribadi seseorang. Demikian misalnya Ulpianus yang berpendapat bahwa keadilan adalah kemauan yang bersifat tetap dan terus- menerus untuk memeberikan kepada setiap orang apa yang semestinya untuknya.
Kemudian menurut Bodenheimer, yang dinamakan adil adalah Harus ada persamaan- persamaan dalam bagian yang diterima oleh orang- orang, oleh karena rasio yang di bagi harus sama dengan resiko yang di terima orang-orangnya, sebab apabila orang-orangnya tidak sama maka disitu tidak akan ada bagian yang sama pula, maka apabila orang- orang yang sama tidak menerima bagian yang sama , timbullah sengketa atau pengaduan.
Dengan perkataan lain yang dinamakan adil adalah tidak berat sebelah, dimana tiap orang mendapatkan bagian yang sama. Karena dengan demikian akan menghindari dari timbulnya suatu sengketa atau pengaduan. Sebagaiman hal ini di pertegas berdasarkan konsep John Rawl tentang keadilan adalah sebagai fairness, yang mengandung asas- asas, bahwa orang- orang yang merdeka dan rasional yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingan- kepentingannya hendaknya memperoleh kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat fundamental bagi mereka memasuki perhimpunan yang mereka hendaki.
Sedangkan menurut Roscoe Pound keadilan dikonsepkan sebagai hasil- hasil konkrit yang bisa di berikan kepada masyarakat. Dimana menurut Roscoe Pound, bahwa hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa pemuasan kebutuhan manusia sebanyak- banyaknya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Yang mana dengan kata lain semakin meluas/ banyak pemuasan kebutuhan manusia tersebut, maka akan semakin efektif menghindari pembenturan antara manusia.
Jadi Keadilan adalah ukuran yang kita pakai dalam memberikan perlakuan terhadap objek diluar dari kita. Objek yang diluar dari kita ini adalah manusia, sama dengan kita. Oleh karena itu ukuran tersebut tidak dapat di lepaskan dari arti yang kita berikan kepada manusia, tentang konsep kita kepada manusia. Bagaimana anggapan kita tentang manusia, itulah yang membawakan ukuran-ukuran yang kita pakai dalam memberikan perlakuan terhadap orang lain.
Apabila manusia itu kita anggap sebagai mahluk yang mulia, maka perlakuan kita kepadanya pun akan mengikuti anggapan yang demikian itu dan hal ini akan menentukan ukuran yang akan kita pakai dalam menghadapi mereka.
Bertolak dari berbagai rumusan keadilan sebagaimana di uraikan di atas, maka Aristoteles dalam bukunya “Rhetorica” mengatakan bahwa tujuan dari hukum adalah menghendaki keadilan semata- mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang di katakana adil dan apa yang dikatakan tidak adil.
Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci dan luhur ialah keadilan dengan memberikan kepada tiap- tiap orang apa yang berhak ia terima serta memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap- tiap kasus. Untuk terlaksananya hal tersebut, maka menurut teori ini hukum harus membuat apa yang dinamakan “Algemeene Regels” ( peraturan/ ketentuan umum). Dimana peraturan/ ketentuan umum ini diperlukan masyarakat demi kepastian hukum.
Kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat karena kepastian hukum ( peraturan/ ketentuan umum) mempunyai sifat sebagai berikut :
a. Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat- alatnya.
b. Sifat Undang- Undang yang berlaku bagi siapa saja.
Kepastian hukum ditujukan pada sikap lahir manusia, ia tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikan adalah bagaimana perbuatan lahiriahnya.
Kepastian hukum tidak memberi sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, akan tetapi yang di beri sanksi adalah perwujudan dari sikap batin yang buruk tersebut atau menjadikannya perbuatan yang nyata atau konkrit.
Namun demikian dalam prakteknya apabila kepastian hukum di kaitkan dengan keadilan, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini di karenakan di suatu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip- prinsip keadilan dan sebaliknya tidak jarang pula keadilan mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum.
Kemudian apabila dalam prakteknya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, maka keadilan lah yang harus diutamakan. Alasannya adalah bahwa keadilan pada umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan sedangkan kepastian hukum lahir dari sesuatu yang konkrit.
DAFTAR PUSTAKA

Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti.

B.Arif Sidharta, 2000, Terjemahan Jan Gijssels dan Mark Van Hoecke Tentang Apakah teori Hukum Itu, Bandung.

Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti.

R. Soeroso, 1993, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.

Kamis, 03 Juli 2008

SURAT DARI TAHUN 2070



Aku hidup di tahun 2070.
Aku berumur 50 tahun, tetapi kelihatan seperti sudah 85 tahun.
Aku mengalami banyak masalah kesehatan, terutama masalah ginjal karena aku minum sangat sedikit air putih.
Aku fikir aku tidak akan hidup lama lagi.
Sekarang, aku adalah orang yang paling tua di lingkunganku
Aku teringat disaat aku berumur 5 tahun
Masih banyak pohon di hutan dan tanaman hijau di sekitar, setiap rumah punya halaman dan taman yang indah, dan aku sangat suka bermain air dan mandi sepuasnya
Sekarang, kami harus membersihkan diri hanya dengan handuk sekali pakai yang dibasahi dengan minyak mineral.
Sebelumnya, rambut yang indah adalah kebanggaan semua perempuan.
Sekarang, kami harus mencukur habis rambut untuk membersihkan kepala tanpa menggunakan air.
Sebelumnya, ayahku mencuci mobilnya dengan menyemprotkan air langsung dari keran ledeng.
Sekarang, anak-anak tidak percaya bahwa dulunya air bisa digunakan untuk apa saja
Aku masih ingat seringkali ada pesan yang mengatakan: ”JANGAN MEMBUANG BUANG AIR”Tapi tak seorangpun memperhatikan pesan tersebut.
Orang beranggapan bahwa air tidak akan pernah habis karena persediaannya yang tidak terbatas.
Sekarang, sungai, danau, bendungan dan air bawah tanah semuanya telah tercemar atau sama sekali kering.
Pemandangan sekitar yang terlihat hanyalah gurun-gurun pasir yang tandus
Infeksi saluran pencernaan, kulit dan penyakit saluran kencing sekarang menjadi penyebab kematian nomor satu.
Industri mengalami kelumpuhan, tingkat pengangguran mencapai angka yang sangat dramatik. Pekerja hanya dibayar dengan segelas air minum per harinya.
Sebelumnya, rekomendasi umum untuk menjaga kesehatan adalah minum sedikitnya 8 gelas air putih setiap hari.
Sekarang, aku hanya bisa minum setengah gelas air setiap hari.
Sejak air menjadi barang langka, kami tidak mencuci baju, pakaian bekas pakai langsung dibuang, yang kemudian menambah banyaknya jumlah sampah.
Kami menggunakan septic tank untuk buang air, seperti pada masa lampau, karena tidak ada air.
Manusia di jaman kami kelihatan menyedihkan: tubuh sangat lemah; kulit pecah-pecah akibat dehidrasi; ada banyak koreng dan luka akibat banyak terpapar sinar matahari karena lapisan ozon dan atmosfir bumi semakin habis
Karena keringnya kulit, perempuan berusia 20 tahun kelihatan seperti telah berumur 40 tahun.
Para ilmuwan telah melakukan berbagai investigasi dan penelitian, tetapi tidak menemukan jalan keluar.
Manusia tidak bisa membuat air.
Sedikitnya jumlah pepohonan dan tumbuhan hijau membuat ketersediaan oksigen sangat berkurang, yang membuat turunnya kemampuan intelegensi generasi mendatang
Pemerintah bahkan membuat pajak atas udara yang kami hirup: 137 m3 per orang per hari. [31,102 galon]
Bagi siapa yang tidak bisa membayar pajak ini akan dikeluarkan dari “kawasan ventilasi” yang dilengkapi dengan peralatan paru-paru mekanik raksasa bertenaga surya yang menyuplai oksigen.
Udara yang tersedia di dalam “kawasan ventilasi” tidak berkulitas baik, tetapi setidaknya menyediakan oksigen untuk bernafas.
Umur hidup manusia rata-rata adalah 35 tahun.
Beberapa negara yang masih memiliki pulau bervegetasi mempunyai sumber air sendiri. Kawasan ini dijaga dengan ketat oleh pasukan bersenjata.
Air menjadi barang yang sangat langka dan berharga, melebihi emas atau permata.
Beberapa negara yang masih memiliki pulau bervegetasi mempunyai sumber air sendiri. Kawasan ini dijaga dengan ketat oleh pasukan bersenjata.
Air menjadi barang yang sangat langka dan berharga, melebihi emas atau permata.
Disini ditempatku tidak ada lagi pohon karena sangat jarang turun hujan. Kalaupun hujan, itu adalah hujan asam.
Tidak dikenal lagi adanya musim. Perubahan iklim secara global terjadi di abad 20 akibat efek rumah kaca dan polusi.
Kami sebelumnya telah diperingatkan bahwa sangat penting untuk menjaga kelestarian alam, tetapi tidak ada yang peduli.
Pada saat anak perempuanku bertanya bagaimana keadaannya ketika aku masih muda dulu, aku menggambarkan bagaimana indahnya hutan dan alam sekitar yang masih hijau.
Aku menceritakan bagaimana indahnya hujan, bunga, asyiknya bermain air, memancing di sungai, dan bisa minum air sebanyak yang kita mau.
Aku menceritakan bagaimana sehatnya manusia pada masa itu.
Dia bertanya
- Ayah! Mengapa tidak ada air lagi sekarang ?
Aku merasa seperti ada yang menyumbat tenggorokanku
Aku tidak dapat menghilangkan perasaan bersalah, karena aku berasal dari generasi yang menghancurkan alam dan lingkungan dengan tidak mengindahkan secara serius pesan-pesan pelestarian... dan banyak orang lain juga!
Aku berasal dari generasi yang sebenarnya bisa merubah keadaan, tetapi tidak ada seorangpun yang melakukan.

Sekarang, anak dan keturunanku yang harus menerima akibatnya.
Sejujurnya, dengan situasi ini kehidupan di planet bumi tidak akan lama lagi punah, karena kehancuran alam akibat ulah manusia sudah mencapai titik akhir.
Aku berharap untuk bisa kembali ke masa lampau dan meyakinkan umat manusia untuk mengerti apa yang akan terjadi ...
... Pada saat itu masih ada kemungkinan dan waktu bagi kita untuk melakukan upaya menyelamatkan planet bumi ini!
Kirim surat ini ke semua teman dan kenalan anda, walaupun hanya berupa pesan, kesadaran global dan aksi nyata akan pentingnya melestarikan air dan lingkungan harus dimulai dari setiap orang. Persoalan ini adalah serius dan sebagian sudah menjadi hal yang nyata dan terjadi di sekitar kita. Lakukan untuk anak dan keturunanmu kelak. AIR DAN BUMI DEMI MASA DEPAN!
Auteur : Ria Ellwanger, en collaboration avec Lopez Chavez Ariel Alahin riaellw@globo.com, mailto:alainlopez909@hotmail.com

Rabu, 02 Juli 2008

EKSISTENSI PIDANA PENJARA DALAM PERSFEKTIF HAM

Pidana penjara merupakan pidana hilang kemerdekaan bergerak. Sistem Pidana penjara mulai di kenal di Indonesia melalui KUHP (Wet Buek Van Strefrecht) tepatnya pada pasal 10 yang menyebutkan pidana terdiri dari :

a. Pidana Pokok

- Hukuman mati

- Hukuman penjara

- Hukuman kurungan

- Hukuman denda

b. Pidana Tambahan

- Pencabutan hak-hak tertentu

- Perampasan barang-barang tertentu

- Pengumuman putusan hakim.

Hal ini menarik untuk dikaji pada pidana pokok khususnya poin kedua yaitu Pidana Penjara. Menurut rancangan Undang-undang KUHP yang baru dikaitkan dengan rumusan-rumusan sanksi pidana dari berbagai peraturan Perundang-undangan yang sedang berlaku. Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat untuk menjalankan pidana hilang kemerdekaan Bergerak bagi seseorang yang karena perbuatannya melanggar hukum dan dinyatakan bersalah serta di putus dalam persidangan dan putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dalam menetapkan pidana yang dijatuhkan harus dipahami benar apa makna dari kejahatan, penjahat dan pidana itu sendiri . Apakah sudah setimpal dengan berat dan sifat kejahatan yang dilakukan oleh sipelaku pidana yang telah dijatuhi hukuman oleh hakim tidak cukup untuk mengatakan bahwa pidana itu harus sesuai dengan ancaman pidana yang terdapat dalam peraturan per Undang – undangan yang berlaku.

Pidana termasuk tindakan, Bagaimanapun juga merupakan suatu penderitaan bagi yang dikenainya, Oleh karena itu sudah sewajarnyalah tidak henti – hentinya untuk mencari dasar, tujuan serta hakekat dari pidana dan pemidanaan, untuk memberikan pembenaran dari pidana itu .

Jenis pidana yang paling sering dijatuhkan pada saat ini adalah pidana pencabutan kemerdekaan khususnya pidana penjara . Pidana pencabutan kemerdekaan atau pidana penjara dilaksanakan dibelakang tembok yang tebal yang sama sekali asing bagi narapidana

Mencermati kalimat “PIDANA PENJARA” mengandung pengertian bahwa tata perlakuan terhadap Narapidana belum berubah, karena PENJARA berasal dari PENJORO (Jawa) yang berarti taubat atau jera, di penjara atau dibuat jera (Koesnoen, RA, 1961 : 9). Walaupun tujuan dari Pidana Penjara itu sendiri adalah Pemasyarakatan. Hal ini berbeda dengan pidana lainnya, yang bunyi kalimatnya Pidana mati. Tujuan dan perlakuannya adalah terpidana tersebut di Hukum Mati atau dibuat Mati, begitu juga Pidana Denda artinya Narapidana tersebut di denda.

Lain halnya dengan Pidana Penjara yang mengandung pengertian tata perlakuan terhadap Narapidana tersebut di buat jera agar tidak mengulangi lagi perbuatan yang melanggar hukum Hal ini akan mengandung persepsi yang berbeda-beda karena membuat orang jera akan di tempuh berbagai macam cara.

Padahal tidak demikian maksud dari Pidana Penjara, yang sebenarnya adalah satu-satunya derita yang diberikan oleh Negara adalah dihilangkannya kemerdekaan bergerak dan di bimbing terpidana agar bertaubat, di didik supaya menjadi seorang anggota masyarakat sosial di Indonesia yang berguna

Hal ini sesuai dengan orasi ilmiah Dr. Soeardjo, SH pada penerimaan gelar Doktor Honoris Causa dalam ilmu hukum, oleh Universitas Indonesia di Istana Negara pada tanggal 5 Juli 1963. Merumuskan bahwa tujuan Pidana penjara adalah “Disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena hilangnya kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar bertaubat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosial di Indonesia yang berguna”. Gagasan tersebut sebagai tonggak sejarah lahirnya tata perlakuan yang lebih baik terhadap Narapidana yang melahirkan prinsip-prinsip pemasyarakatan, kemudian dirumuskan dalam suatu sistem yaitu Sistem Pemasyarakat

Kajian lebih lanjut adalah bagaimana istilah pidana penjara ini di di ganti menjadi “Pidana Hilang Kemerdekaan Bergerak” yang kemudian melahirkan suatu Sistem pemidanaaan yang harus berubah tidak lagi berorientasi pada membuat pelaku menjadi jera akan tetapi lebih berorientasi pada Warga Binaan Pemasyarakatan harus berada dalam Lembaga Pemasyarakatan untuk memperbaikinya agar hal ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Pemasyarakatan merupakan bagian akhir dari Sistem Pemidanaan dalam Tata Peradilan Terpadu adalah bagian Integral dari Tata Peradilan Terpadu (Integrated Criminal Justice system). Sehingga di tinjau dari sistem kelembagaan, cara pembinaan dan petugas Pemasyarakatan merupakan bagian akhir yang tak terpisahkan dari satu proses penegakkan hukum. Oleh sebab itu sudah seharusnya oleh menyamakan visi dan misi serta persepsi, sehingga tujuan dari pada penegakkan hukum akan tercapai.

Sehubungan dengan tujuan Pemidanaan Sahetapy yang juga berorientasi pada pandangan filosofi Pancasila berpendapat bahwa :

Pemidanaan sebaiknya bertujuan pembebasan. Dijelaskan selanjutnya bahwa makna pembebasan menghendaki agar si pelaku bukan saja harus dibebaskan dari alam pikiran yang jahat, yang keliru, melainkan ia harus pula dibebaskan dari kenyataan sosial dimana ia terbelenggu .

Pidana Penjara merupakan suatu sistem perlakuan pelanggaran hukum yang pada dasarnya memberi pola perlakuan reintegrasi yang bertujuan memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Narapidana dalam kapasitasnya sebagai mahluk pribadi dan mahluk social dalam konteks Hak Asasi nya subagai Manusia, Pemulihan kesatuan ini memiliki masalah yang sangat kompleks. Masalah pembinaan pelangar hukum adalah pembinaan manusia dari segala sisi termasuk yang paling prinsip yakni sisi HAMnya. Dalam upaya pemulihan kesatuan ini, yang terpenting adalah proses yang berfungsi sebagai katalisator pencapaian tujuan tersebut.

Proses Pidana Penjara dalam Lembaga Pemasyarakatan sebagai katalisator pencapaian tujuan tersebut adalah merupakan proses integrasi yang menggalang semua aspek kemasyarakatan secara integral, termasuk aspek kehidupan Narapidana. Proses Pemasyarakatan adalah proses gotong royong yang terjalin antara Narapidana, Petugas dan Masyarakat. Oleh sebab itu dalam perspektif HAM dan untuk memberikan “keadilan” perlakuan terhadap Narapidana yang terkena pidana penjara tidak mutlak harus dengan cara-cara kekerasan.

Menurut Salmond, terdapat beberapa karateristik atau ciri dari hak yang di atur oleh hukum yaitu :

1. melekat pada seseorang, orang ini disebut sebagai pemilik hak (the owner of the righ)atau pemegang hak (the subject of it, the person entitled, or the person inherence).

2. seseorang yang terkena oleh hak itu terikat oleh suatu kewajiban (the person bound to) atau subjek dari kewajiban (the subject of duty atau the person of incidence).

3. hak ini mewajibkan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan bagi pemegang hak, inilah yang merupakan isi suatu hak.

4. melakukan atau tidak melakukan perbuatan tadi berkaitan dengan suatu objek tertentu (object or subject matter of the righ).

5. setiap hak memiliki title atau fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang atas dasar itu hak tersebut melekat pada seseorang.

Dengan demikian fungsi Pidana Penjara, tidak lagi sekedar penjaraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitas dan reintegrasi sosial. Pidana Penjara seharusnya merupakan Sistem Pemasyarakatan menitik beratkan pada usaha perawatan, pembinaan, pendidikan dan bimbingan bagi warga binaan yang bertujuan untuk memulihkan kesatuan yang asasi antara induvidu warga binaan dan masyarakat.

Pelaksanaan pidana penjara di lembaga pemasyarakatan didasarkan atas prinsip-prinsip Sistem Pemasyarakatan dengan tujuan agar menjadi warga yang baik dan berguna. Warga binaan dalam Sistem Pemasyarakatan mempunyai hak-hak asasi untuk memperoleh pembinaan rohani dan jasmani serta dijamin untuk menjalankan ibadahnya, berhubungan dengan pihak luar baik keluarganya maupun pihak lain, memperoleh informasi baik melalui media cetak maupun elektronik, memperoleh pendidikan yang layak dan sebagainya.

Hak-hak ini seharusnya diperoleh secara otomatis tanpa dengan syarat atau kriteria tertentu, walaupun seseorang dalam kondisi yang di pidana penjara.agar hak narapidana ini dapat terselenggara dengan baik maka sistem penjara yang nota benenya adalah pembalasan terhadap pelaku tindak pidana harus dirubah ke sistem pemasyarakatan yang bertujuan untuk memulihkan narapida dengan tetap berorientasi kepada kesatuan hak asasi antara induvidu dan masyarakat.

Scrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text Generator

Bagaimana Pendapat Anda Tentang Blog ini??

Aq Jadi Ayah

Minggu, 13 Juli 2008 anugerah Allah.S.W.T. yang tiada terhingga telah datang....suka,duka dan bahagia menjadi satu mengisi sanubari yang paling dalam...aq merasa menjadi manusia yang paling bahagia dan semuanya tidak lepas dari untaian ribuan rasa syukur atas kehadirat Allah yang maha perkasa atas nikmatnya kepadaqu...Ya ALLAH jadikanlah aq hamba yang selalu bersyukur kepada mu atas semua nikmat yang kau berikan kepada aq dan keluarga kecilqu yang kini telah sempurna dengan kehadiran si buah hati kami : Nabil Al-Farazy Zein.....Anakqu semoga engkau kelak menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan keluarga...menjadi anak yang cerdas dalam naungan kebenaran dan keadilan...Anak yang selalu menjadi kebangaan orang tua dan keluarga...Amien...Amien.. Ya ALLAH

Buah Hatiqu

Satu Minggu Jadi Ayah

Alhamdulillah...
setelah satu minggu menjadi ayah hanya satu kata untuk mengambarkannya..."Menyenangkan"
melihat perkembangan si kecil Nabil,melihat wajah polosnya yang masih bersih tanpa dosa dan noba setitikpun..........
mengagumi senyuman dan tawanya yang nyaris sempurna tanpa beban sedikitpun,.......
memandanggi mata bundarnya yang sangat indah tanpa cela..............
menikmati tangisannya yang merdu di tengah malam karena haus atau karena pipis.....
aq benar-benar selalu berusaha melihat dengan mata dan hati sungguh-sungguh anugrah ALLAH yang belum tentu dapat dinikmati oleh semua orang yang bernama Ayah....
Semoga......ini semua akan menambah dan memberikan pelajaran yang berharga dalam proses menikmati hidup...Amien...Amien..Ya Rabbal Alamin....

Semangat Baruqu