Senin, 29 Desember 2008

Akibat Yuridis Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) melalui Instrumen Alternatif Penyelesain Sengketa (APS).

Alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution atau ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Salah satu alasan sederhana yang menyebabkan suatu sengketa dipilih para pihak untuk di selesaikan secara non litigasi atau di luar pengadilan yang bersifat perdamaian maka hal ini pastilah di karenakan cara demikianlah yang dianggap paling baik, karena selain tidak memakan waktu yang lama, biayanya lebih murah dan lebih praktis. Meskipun dalam sengketa tersebut salah satu pihak harus menanggung ganti rugi. Berbeda dengan penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan, di mana biaya yang harus di pukul kedua belah pihak lebih besar, kurang praktis, dan memakan waktu yang cukup lama, dalam hal penyelesaian perkaranya sampai pada suatu keputusan.
Sengketa yang terjadi dalam masyarakat itu efeknya pasti menimbulkan ketegangan terhadap hubungan antara pihak-pihak yang bersengketa, bahkan mungkin lebih besar lagi (antara keluarga pihak-pihak yang bersangkutan). Hal ini berarti hubungan kemasyarakatan antara anggota masyarakat.
Titik tolak yang menjadi dasar pemikiran kenapa harus meminta perdamaian, sebenarnya sudah diketahui meskipun mungkin terlupakan. Bukankah sengketa perdata yang terjadi dalam masyarakat itu efeknya pasti menimbulkan ketegangan terhadap hubungan antara pihak-pihak yang bersengketa bahkan mungkin lebih besar lagi (antara keluarga pihak-pihak yang bersangkutan). Hal ini berarti hubungan kemasyarakatan antara anggota-anggota masyarakat yang bersengketa itu telah bergeser dari posisinya yang semua harmonis kepada pertentangan sebagai konsekuensi dari pada hubungan anggota-anggota masyarakat yang bersengketa itu bukan lagi didasari rasa kekeluargaan, persaudaraan dan persahabatan serta kasih sayang, tetapi sudah didasari rasa permusuhan dan kebencian yang lebih banyak dikendalikan oleh emosi daripada akal pikiran yang sehat. Selanjutnya pertentangan itu semakin lama semakin tajam, dan apabila tidak segera diselesaikan dengan berlandaskan keharmonisan dan keserasiannya, maka tidak jarang bertentangan tersebut pada gilirannya melahirkan kehancuran hubungan kemasyarakatan yang sangat tegang itu. Menyelesaikan suatu pertentangan yang timbul disebabkan sengketa perdata dengan keputusan pengadilan sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai cara yang sudah paling tepat sebagaimana disangka kebanyakan orang. Menyelesaikan suatu perkara/sengketa perdata dengan keputusan pengadilan harus dipandang sebagai cara yang formal saja sekedar lebih terpuji daripada menghakimi sendiri (eigenrechting). Dengan keputusan pengadilan suatu sengketa memang dapat berakhir, namun berakhirnya sengketa ini hanyalah semata-mata pada lahiriahnya saja, sesungguhnya adalah konsekuensi dari keputusan pengadilan yang semata-mata hanya mendasarkan pada faktor objektif, tidak menyangkut juga kepada fakta subjektif, sehingga isi keputusan itu selalu menyatakan ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang. Hal ini berakibat pihak yang dikalahkan merasa kecewa dan pihak yang dimenangkan akan bersuka ria. Sudah barang tentu pihak yang dikalahkan merasa kecewa tidak begitu saja mengakui kekalahannya serta menerima kekecewaannya. Ketidakmauan yang kalah untuk menerima segala kekalahannya pada kebanyakan bukan karena didasarkan atas pertimbangan akal pikiran (ratio) bahwa ia tidak harus kalah, tetapi karena pengaruh luapan emosi demi menjaga nama baiknya, serta harga diri keluarganya. Jadi terlepas dari ukuran salah satu benar. Ketidakmauan pihak yang kalah menerima begitu saja kekalahannya dapat dilihat pada sikapnya yang apriori menolak putusan hakim pada pengadilan negeri, lalu naik banding dan kasasi. Apabila keadaan ini terjadi, maka proses pengadilan jelas akan memakan waktu bertahan-tahun lamanya.
Keadaan demikian bertolak belakang dengan cara atau upaya perdamaian, yang jelas akan diliputi dengan suasana kekeluargaan di antara para pihak yang berperkara. Hal ini dikarenakan did alam perdamaian tidak ditonjolkan faktor-faktor siapa yang salah dan siapa yang benar, namun akan ditonjolkan adalah rangkaian duduk persoalan yang sebenarnya. Sehingga perumusan perdamaian tidak menghasilkan adanya pihak yang kalah maupun pihak yang menang.
Di sinilah letak manfaatnya sistem perdamaian atau non litigasi (di luar pengadilan) di mana apabila persengketaan yang dilakukan dengan perdamaian yang menghasilkan keputusan lahiriah dan batiniah serta hubungan kedua belah pihak diharapkan akan terjalin seperti sedia kala. Bahkan kadang-kadang dengan terjalinnya perdamaian acapkali membawa hubungan pihak yang bersengketa menjadi lebih intim dan akrab daripada keadaannya semula. Di samping itu biaya, tenaga maupun waktu untuk menyelesaikan sengketa dengan perdamaian jauh lebih murah bila dibandingkan suatu sengketa diselesaikan dengan keputusan pengadilan/ hakim.
Berkaitan dengan penyelesaian sengketa Hak Asasi Manusia (HAM) melalui instrumen Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) pada dasarnya dimungkinkan sebagaimana tertuang dalam Pasal.76 ayat 1 sebagaimana fungsi dari komnas HAM dalam rangka mencapai tujuannya, Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia.
Apabila kita melihat dari putusan perdamaian (non litigasi) atau di luar pengadilan, maka putusan perdamaian tersebut mempunyai beberapa keistimewaan, yakni sebagai berikut :
1. Mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Tertutup upaya banding dan kasasi (bersifat final).
3. Mengikat kedua belah pihak yang
4. Memiliki kekuatan eksekutorial. 38
Keistimewaan putusan terhadap sengketa yang diselesaikan di luar pengadilan melalui jalur perdamaian dapat dijabarkan seperti di bawah ini :
1. Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap
Putusan perdamaian yang dilakukan di luar pengadilan disamakan seperti putusan-putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan tetap yang melekat kekuatan hukum tetap pada putusan perdamaian kekuatan hukum dari putusan perdamaian dari kedua belah pihak yang bersengketa mempunyai suatu kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat penghabisan.
2. Bersifat Final (Tertutup Upaya Banding dan Kasasi)
Keistimewaan kedua dari putusan perdamaian adalah tertutup upaya hukum baik upaya hukum banding maupun kasasi. Suatu putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan bersifat final yang tidak dapat dikenakan banding atau kasasi. Sehingga ketua pengadilan negeri tidak diperkenankan untuk memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan perdamaian (di luar pengadilan), karena putusan perdamaian tersebut sudah bersifat final, mandiri dan mengikat.
3. Mengikat Kedua Belah Pihak
Putusan perdamaian/putusan di luar pengadilan) hampir sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang dalam dirinya ada dan melekat kekuatan hukum yang mengikat terhadap para pihak atau terhadap orang yang mendapat hak dari mereka. Di mana para pihak dapat membatalkannya secara sepihak melalui bantuan pihak ketiga sebagai penengah yang bersifat netral, para pihak mesti mentaati dan melaksanakan sepenuhnya isi yang tercantum dalam putusan perdamaian.
Para pihak harus mentaati dan mematuhi isi putusan perdamaian tetapi juga dari segi tujuannya, dari segi sifat perdamaian itu sendiri, dan juga menurut kepatutan dan kebiasaan.
4. Memiliki Kekuatan Eksekusi
Dalam hal putusan perdamaian, tidak saja kekuatan hukum melekat yang mengikat pada peraturan perdamaian, tetapi di dalamnya juga melekat kekuatan hukum eksekutorial. Hal ini berarti, jika salah satu tidak enggan melaksanakan isi persetujuan perdamaian “secara sukarela”, maka pihak yang lain dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri, agar supaya pihak yang ingkar tadi dipaksa memenuhi isi putusan perdamaian, dan apabila perlu dapat diminta bantuan kekuasaan umum (Kepolisian).
Jelasnya, bahwa semua ketentuan eksekusi terhadap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, berlaku sepenuhnya terhadap eksekusi putusan perdamaian.
Dengan demikian penataan dan pemenuhan putusan perdamaian sama halnya dengan penataan dan pemenuhan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum, yakni :
1. Penataan dan pemenuhannya dapat dilakukan secara sukarela.
2. Penataan dan pemenuhannya dapat dipaksakan melalui eksekusi, jika salah satu pihak enggan mentaati dan memenuhinya secara sukarela.
Jadi pada prinsipnya putusan perdamaian yang dilakukan di luar jalur pengadilan memperpendek dan mempersingkat proses penyelesaian perselisihan diantara para pihak yang bersengketa.
Jika, kita kaitkan dengan sengketa yang berhubungan dengan Hak Asasi Manusia, maka akibat hukum dari hasil penyelesaian sengketa HAM di luar Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap, bersifat mandiri, bersifat final, tertutup upaya hukum banding dan kasasi, mempunyai kekuatan hukum mengikat kedua belah pihak dan memiliki kekuatan eksekusi terhadap isi dari hasil putusan perdamaian. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat 7 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternative Penyelesaian Sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final, dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 hari sejak penandatanganan.


38 M. Victor Situmorang, 1993, Perdamaian dan Perwasitan dalam Hukum Acara Perdata, Penerbit Rineka Cita, Jakarta, hal. 15.

Scrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text Generator

Bagaimana Pendapat Anda Tentang Blog ini??

Aq Jadi Ayah

Minggu, 13 Juli 2008 anugerah Allah.S.W.T. yang tiada terhingga telah datang....suka,duka dan bahagia menjadi satu mengisi sanubari yang paling dalam...aq merasa menjadi manusia yang paling bahagia dan semuanya tidak lepas dari untaian ribuan rasa syukur atas kehadirat Allah yang maha perkasa atas nikmatnya kepadaqu...Ya ALLAH jadikanlah aq hamba yang selalu bersyukur kepada mu atas semua nikmat yang kau berikan kepada aq dan keluarga kecilqu yang kini telah sempurna dengan kehadiran si buah hati kami : Nabil Al-Farazy Zein.....Anakqu semoga engkau kelak menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan keluarga...menjadi anak yang cerdas dalam naungan kebenaran dan keadilan...Anak yang selalu menjadi kebangaan orang tua dan keluarga...Amien...Amien.. Ya ALLAH

Buah Hatiqu

Satu Minggu Jadi Ayah

Alhamdulillah...
setelah satu minggu menjadi ayah hanya satu kata untuk mengambarkannya..."Menyenangkan"
melihat perkembangan si kecil Nabil,melihat wajah polosnya yang masih bersih tanpa dosa dan noba setitikpun..........
mengagumi senyuman dan tawanya yang nyaris sempurna tanpa beban sedikitpun,.......
memandanggi mata bundarnya yang sangat indah tanpa cela..............
menikmati tangisannya yang merdu di tengah malam karena haus atau karena pipis.....
aq benar-benar selalu berusaha melihat dengan mata dan hati sungguh-sungguh anugrah ALLAH yang belum tentu dapat dinikmati oleh semua orang yang bernama Ayah....
Semoga......ini semua akan menambah dan memberikan pelajaran yang berharga dalam proses menikmati hidup...Amien...Amien..Ya Rabbal Alamin....

Semangat Baruqu