Dalam rangka memperingati hari pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2010 ini ternyata masih menyisakan beberapa persoalan penting dalam bidang pendidikan.
Dari amatan sederhana penulis ,BEBERAPA hari belakangan ini seluruh komponen bangsa ini tidak terkecuali di Kalimantan Bagian Utara yang sebentar lagi akan menjadi Kalimantan Utara , mencuat kembali protes-protes dan ketidakpuasan tentang sistem yang menentukan kelulusan siswa-siswi tingkat menengah dan tingat atas seiring dengan hasil Ujian Akhir Nasional (UAN) yang masih menyebabkan beberapa siswa-siswi di nyatakan tidak lulus.
Ada fakta yang tidak bisa diingkari, UAN bukan hanya soal hari ini dan saat ini saja akan tetapi UAN juga sudah jadi problem masa lalu dan terus jadi potensi problem pada periode yang akan datang. Karakter problemnya bukan hanya bersifat manifes tapi juga mungkin bersifat laten dan terjadi di hampir seantero negeri ini setiap tahunnya, Ketidak mampuan mengelola masalah pendidikan potensial menuai banyak masalah di kemudian hari. Karena itu, tidaklah mengherankan jika muncul cukup banyak respons negatif atas hasil UAN yang baru saja diumumkan dimana jumlah siswa yang tidak lulus ternyata bertambah banyak. Tidaklah berkelebihan dan bukan suatu isapan jempol kalau dikatakan bahwa Pemerintah seolah-olah menutup mata atas respons yang buruk dari masyarakat terhadap sistem UAN yang terjadi saat ini.
Mungkin Sudah menjadi sesuatu yang biasa di republik ini adalah keluhan publik belum memperoleh perhatian yang serius, belum ada mekanisme yang tersedia untuk menampung keluhan Publik walaupun UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah di sahkan dan diberlakukan. Publik yang umumnya binggung tidak mengetahui kemana atau kepada siapa bisa mengeluh dan bagaimana caranya menyampaikan keluhannya hanya bisa pasrah dan ujung-ujungnya tidak sedikit dari mereka yang hanya diam atau “di diamkan” meskipun hak-haknya diabaikan oleh sistem seperti ini.
Ada beberapa isu penting yang muncul dengan sistem kelulusan seperti ini, yaitu: kesatu, ada problematik kebijakan berkenaan dengan bentuk kebijakan yang digunakan untuk mengatasi permasalahan ini; kedua, mungkin ada kepentingan politis tertentu yang menjadi dasar diterbitkannya kebijakan dimaksud; ketiga, potensial problema yang harus dihadapi dengan adanya kebijakan ini.
Sistem Ujian Akhir Nasional yang ditetapkan melalui kebijakan pemerintah ini mengunakan nama Untuk meningkakan mutu pendidikan di Indonesia sehingga sesuai dengan prinsip-prinsip Pelaksanaan Pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia, namun sebagian substansi utamanya berkaitan dengan adanya beberapa mata pelajaran yang dijadikan penentu Lulus atau Tidaknya seorang siswa. Pada titik inilah, kebijakan ini menjadi penting diperhatikan karena potensial menimbulkan rasa ketidak adilan bagi sebagian besar orang baik itu anak didik, guru maupun orang tua murid. Apabila kita mengamati dengan saksama,maka pola seperti sebenarnya pola-pola instan yang di gunakan untuk merubah karakteristik yang ada sebelumnya.
Untuk itu timbul pertanyaan, apakah persoalan keterpurukan mutu pendidikan di republik tercinta ini dapat diselesaikan dan diatur hanya melalui ketentuan sistem UAN yang hanya mengantungkan kepada beberapa mata pelajaran untuk menentukan lulus atau tidak nya seseorang. Apalagi kalau dikaitkan dengan asfek keadilan yang mensyaratkan adanya proporsional dalam menentukan sesuatu, maka hal tersebut masih harus di pertanyakan kembali.
Logika apapun yang dipakai dalam kebijakan sistem UAN ini seharusnyalah yang diperhatikan secara sungguh-sungguh, adalah apabila suatu kebijakan mengakibatkan tercabutnya hak asasi manusia/ hak warga negara serta kebijakan yang menyebabkan tercabutnya rasa keadilan maka kebijakan tersebut pasti akan menimbulkan respon yang negatif dari masyarakat. Bukan kah dalam Sistem pendidikan seharusnya pemerintah wajib melakukan pemenuhan hak-hak dasar warga negara .
Memang banyak hal yang harus diperbaiki dalam dunia pendidikan di Indonesia, Peran semua elemen dalam mengutamakan kepentingan Sumber Daya Manusia harus ditingkatkan, bukan sekedar kepentingan individu atau golongan. Pemahaman mengenai administrasi pemerintahan masih harus ditingkatkan pula. Bias birokrasi, kekuasaan, politik dan bisnis yang mewarnai kultur pendidikan selama ini, belum sepenuhnya hilang. Berbagai strategi lain mungkin saja dipikirkan, diusulkan dan dikembangkan. Tujuannya bukan sekedar melahirkan wacana, konsep-konsep dan program yang reformatif untuk menuju Dunia Pendidikan yang mampu menciptakan Sumber Daya Manusia yang handal, melainkan juga untuk mendorong perwujudannya.
Akankah pendidikan yang mampu melahirkan Sumber Daya Manusia yang handal di negara kita ini akan terus menjadi wacana. Setiap orang dari berbagai lapisan masyarakat berbicara tentang reformasi dalam kerangka pola berpikir masing-masing, terlepas dari kehidupan kesatuan berbangsa dan bernegara. Para politisi dengan beberapa perkecualian juga perlu ditertibkan pola dan cara berpikir mereka yang rancu, pola berpikir segmental di mana kebenaran seolah-olah hanya kelompok mereka tertentu yang memilikinya.
Yang pasti, Kebijakan UAN ini muncul sebagai bagian dari kebijakan awal pemerintah untuk mengakselerasikan program pembangunan Sumber Daya Manusia di Indonesia ,Yang pasti pula, kebijakan seperti ini juga potensial membuat problematika baru karena sebagai substansinya memang potesial menciptakan masalah. Tidak ada mekanisme yang bisa mengeliminasi potensi problem yang secara inheren tersebut di dalam kebijakan UAN ini. Kesemua itu makin membuat tajam problem Pendidikan kita. Kalau sudah begitu, maka Hari Pendidikan Nasional Yang kita peringati setiap tanggal 3 mei belum mampu membuat kita menyelesaikan problem Pendidikan. Oleh karena itu kita perlu untuk menghasilkan perubahan dalam kebijakan UAN tersebut, Tidak ada kata lain kecuali harus melakukan keputusan perubahan kebijakan UAN, Bukankah agama kita mengajarkan kepada kita bahwa ”sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar