”Saya sekarang semakin tahu bahwa
politik itu bikin bingung, terutama
bagi mereka yang tidak tahu politik,
seperti saya. Oleh karena itu,
saya memutuskan, mulai sekarang tidak mau lagi terlibat
atau dilibatkan dalam soal politik.
Wis, kapok!” –Ki Manteb (Dalang).
Petikan tersebut menarik bukan
karena seorang dalang yang
mengucapkannya, namun isinya
yang mengarah pada masyarakat
apolitis. Hal itu terjadi karena politik
yang dipandang hanya berisi ”aksi tipu-tipu” belaka.
Tulisan berikut akan ingin melihat lebih
jauh maraknyaparpol yang mengusung
caleg menjelang Pemilu Legislatif
Tarakan tahun 2009 mendatang.
Mencermati begitu banyaknya partai yang mengusung Caleg dan ingin bersaing menjadi Pemenang pada pemilu Legislatif Tarakan 2009 mendatang, tentu saja, tidak tertutup kemungkinan tercipta berbagai macam persaingan yang tidak sehat, dan hal ini sebenarnya harus menjadi pendorong bagi masyarakat Tarakan untuk lebih selektif dan ekstra hati-hati dalam menentukan pilihan dalam sistem multipartai saat ini.
Kecenderungan ini mengacu pada alasan situasional dan manusiawi bahwa dalam keadaan seperti ini , secara psikologis, setiap parpol akan berusaha semaksimal mungkin “menjual” Caleg-Calegnya bahkan bisa jadi akan ada kecenderungan menghalalkan segala cara untuk meraih suara terbanyak dan memenangkan pemilu legislatif melalui intrik politik atau politik uang. Kita masih ingat betapa suara manis atas nama rakyat yang sering terdengar pada setiap pemilu di masa-masa sebelumnya. Walaupun, sebenarnya itu hanya slogan 5 tahun sekali yang sudah sangat dipahami masyarakat sebagai sarana “jualan” yang konservatif.
Dengan terjadinya persaingan yang keras dan tajam, dan tidak tertutup kemungkinan terjadi persaingan yang tidak sehat antarparpol dalam Pelimu Legislatif di Tarakan mendatang, maka dapat dipastikan akan terlihat berbagai akrobat politik saling menjatuhkan di antara caleg parpol peserta pemilu yang banyak tersebut, bahkan akrobat politik ini sudah bisa terlihat dengan memasang berbagai bentuk Baleho sebagai sarana “promosi”. Untuk itu, dapat dikatakan bahwa setiap masyarakat Tarakan mempunyai 'musuh' dalam selimut, yakni para caleg partai politik itu sendiri yang hidup bukan demi masyarakat seluruhnya, melainkan menunggangi dan mengibuli masyarakat lewat argumen-argumen politik demi keuntungan dirinya dan kelompoknya.
Politik sebenarnya lahir untuk melindungi kepentingan egosentrisme, tetapi dengan memperhitungkan hukum dan tuntutan-tuntuan sosial masyarakat publik-umumnya. Politik sebagai wahana sosial tempat orang-orang berjuang agar haknya diakui, suaranya didengar dan kepentingannya dijamin. Singkatnya, politik adalah suatu taktik dan teknik untuk menciptakan ekuilibrium sosial yang berusaha membawa harmoni bagi kekuatan-kekuatan yang antagonistik. Namun, bila tidak dikelola dengan baik, maka politik dapat menciptakan ruang lebar bagi ambisi dan egoisme pribadi yang berlebihan, untuk meniti tangga kekuasaan sebagai puncak dari peraihan keuntungan dan kepentingan pribadi. Ujung daripada itu, adalah di mana politik berputar-putar dalam labirin kekuasaan yang tidak berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
Sebenarnya ada banyak harapan dari masyarakat Tarakan terhadap Caleg mendatang, masyarakat sangat berharap agar para caleg ini berusaha untuk menciptakan sirkuit yang dapat menjembatani kepentingan individual yang majemuk di Tarakan hingga terwujud suatu 'ruang publik' yang mempertemukan aneka ragam kepentingan serta kebutuhan individual yang berbeda itu. Untuk itu tentu saja di perlukan Caleg yang sudah lama berdomisili di Kota Tarakan dan benar-benar mengetahui wilayah dan kultur masyarakat Tarakan serta mampu mengetahui dengan pasti apa yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu keberadaan caleg yang paham dan mengetahui kondisi suatu daerah, merupakan naluri ego dan kebutuhan, yang tidak dapat dipungkiri perlu ada sebagai bagian dari etika. Etika yang menyitir bahasa kekuasaan yang bukan penuh kekerasan, keserakahan dan penuh nafsu, melainkan bahasa tanggung jawab. Tanggung jawab sebagai jembatan hidup antarmanusia sebagai makhluk bersosial dan bermasyarakat. Etika seperti ini pada hakikatnya adalah fenomena masyarakat, sebagai suatu keharusan yang ada dalam setiap diri Caleg dalam rangka menciptakan tujuan yang sama antara Caleg dan Masyarakat yakni Kesejahteraan masyarakat.
Akhirnya Keberhasilan pemilu Legislatif Tarakan 2009 mendatang nantinya tidak hanya dapat diukur dari siapa caleg yang terpilih, melainkan juga dari seberapa caleg tersebut mampu membawa dan memahami aspirasi dan kebutuhan masyarakat Tarakan secara keseluruhan.. Semoga....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar